Beberapa Paragraf Kegelisahanku : MENJADI “WARTAWAN” ITU MUDAH
Seberapa emosinya anda ketika membaca judul di atas? Sepertinya sudah ditebak, apalagi untuk yang lebih suka membaca judul saja ketimbang isi suatu artikel. Berarti CLICK BAIT saya berhasil.
Sebelum sumbu anda mencapai pangkal dan meledak, izinkan saya untuk menjelaskan bahwa wartawan yang saya maksud bukanlah wartawan profesional yang sudah melanglangbuana di dunia pers dimana ia sepanjang hari, dari pagi hingga malam, mencari berita langsung dari sumbernya agar publik tau apa yang sedang terjadi ketila itu. Bukan pula wartawan yang luar biasa dikejar deadline namun beritanya tetap saja berkualitas dan terpercaya. Dimana hasil kerja mereka selalu tersaji di meja pekarangan rumah yang anda nikmati bersama dengan secangkir kopi. Tetapi yang saya disinggung di sini adalah berita-berita online yang mengambil informasi melalui akun media sosial pribadi seseorang.
Sepertinya tulisan di paragraf sebelumnya men-stereotype-kan berita online. Tetapi tidak kawan, memang tidak karena yang saya maksud adalah “wahana” berita online yang sekarang sedang hits di kalangan pemilik aplikasi chat dimana isinya sangat menyenangkan untuk diikuti. Jangan disebut apa nama “wahana” itu.
“Wahana” ini, setiap harinya, menyajikan berita-berita yang tidak hanya berita seputar yang seharusnya dipublikasikan, tetapi juga menyuguhkan berita dari privasi orang-orang yang tidak seharusnya disebar. Saya kurang tau apakah “wartawan” ini dibayar berapa untuk stalking akun media sosial orang lain. Bahkan, saya sendiri kurang yakin apakah mereka meminta persetujuan dari pengunggah post dan komentar yang bersangkutan atau tidak. Saya yang hanya orang awam di dunia pers hanya bisa tertawa geli ketika melihat isi artikelnya yang dari pemikiran si “wartawan” asli adalah pengantar berita dan kesimpulan atau pertanyaan di penutup. Sisanya adalah kutipan dari caption orang yang diberitakan dan komentar-komentarnya. Tak kalah menariknya lagi, kadang dibumbui dengan judul-judul yang memancing orang lain untuk membaca meskipun sudah tau isinya seperti apa nantinya. Ya, seperti judul tulisan ini.
Lebih lucunya lagi, ada pula yang sebenarnya saya gemari dari pada melihat artikel beritanya, yaitu komentarnya. Bisa jadi hiburan tersendiri ketika melihat netizen-netizen “hakim” berkeliaran dan berargumen seakan-akan mengatakan, “Pokoknya argumen saya paling benar. Kalian semua salah dan kalian berdosa” dan tak sedikit dari mereka menuju kepada akun media sosial yang dimiliki oleh yang diberitakan yang berujung menjadi haters. Sayangnya, haters di sini bukan haters dimana ia membenci seseorang dengan memperlihatkan keburukannya dan memberikan kritik pedas agar bisa membenahi diri. Tetapi di sini adalah haters yang menurut saya kurang kerjaan, kuota internetnya unlimited, dan bersedia mencemooh setiap si orang yang dimaksud memposting hal-hal baru. Lagi-lagi saya mempertanyakan apakah si tukang komentar ini dibayar mengingat mereka juga turut berperan meramaikan “wahana” itu.
Sebetulnya kita tidak perlu jauh-jauh bermain di “wahana”. Di kalangan mahasiswa ada juga penyedia jasa-jasa penyampai berita yang menurut saya sumbernya berasal dari “katanya”. Oh, sebenarnya tempatnya bisa juga di media sosial yang anda pakai sekarang. Jujur, saya gelisah karena penyampaian berita tersebut tidak jelas sumbernya dari mana dan tiba-tiba bisa viral. Terlebih lagi, terkadang ada sejumlah mahasiswa (yang mengklaim dirinya adalah seorang pendobrak pembaharuan) beragumen menanggapi berita tersebut, memperlihatkan kepintaran mereka berliterasi dengan menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti. Sayangnya, hampir tidak pernah ada dari mereka yang memberikan solusi di akhir argumen.
Setelah menulis dengan panjang lebar begini, saya sendiri tidak begitu memahami dunia pers yang sebenarnya. Akan tetapi, untuk menjadi seorang wartawan sungguhan tidaklah semudah itu. Tidaklah dengan mengambil sumber dari hasil stalking akun pribadi orang lain ataupun dari sumber “katanya”. Tetapi jadilah wartawan sebagai penyedia informasi yang mencari sumber-sumber terpercaya sehingga memberikan manfaat bagi pemirsa atau pembaca. Lebih hebat lagi bila menjadi seorang wartawan yang bisa membuka yang selama ini ditutup-tutupi oleh beberapa oknum penguasa di atas sana. Dengan begitu, publik mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi.