Just another Wadah Aspirasi, Kreasi dan Catatan Harian Aktivitas Mahasiswa UGM site

Beberapa Paragraf Kegelisahanku : MENJADI “WARTAWAN” ITU MUDAH

May21

 

Seberapa emosinya anda ketika membaca judul di atas? Sepertinya sudah ditebak, apalagi untuk yang lebih suka membaca judul saja ketimbang isi suatu artikel. Berarti CLICK BAIT saya berhasil.

Sebelum sumbu anda mencapai pangkal dan meledak, izinkan saya untuk menjelaskan bahwa wartawan yang saya maksud bukanlah wartawan profesional yang sudah melanglangbuana di dunia pers dimana ia sepanjang hari, dari pagi hingga malam, mencari berita langsung dari sumbernya agar publik tau apa yang sedang terjadi ketila itu. Bukan pula wartawan yang luar biasa dikejar deadline namun beritanya tetap saja berkualitas dan terpercaya. Dimana hasil kerja mereka selalu tersaji di meja pekarangan rumah yang anda nikmati bersama dengan secangkir kopi. Tetapi yang saya disinggung di sini adalah berita-berita online yang mengambil informasi melalui akun media sosial pribadi seseorang.

Sepertinya tulisan di paragraf sebelumnya men-stereotype-kan berita online. Tetapi tidak kawan, memang tidak karena yang saya maksud adalah “wahana” berita online yang sekarang sedang hits di kalangan pemilik aplikasi chat dimana isinya sangat menyenangkan untuk diikuti. Jangan disebut apa nama “wahana” itu.

“Wahana” ini, setiap harinya, menyajikan berita-berita yang tidak hanya berita seputar yang seharusnya dipublikasikan, tetapi juga menyuguhkan berita dari privasi orang-orang yang tidak seharusnya disebar. Saya kurang tau apakah “wartawan” ini dibayar berapa untuk stalking akun media sosial orang lain. Bahkan, saya sendiri kurang yakin apakah mereka meminta persetujuan dari pengunggah post dan komentar yang bersangkutan atau tidak. Saya yang hanya orang awam di dunia pers hanya bisa tertawa geli ketika melihat isi artikelnya yang dari pemikiran si “wartawan” asli adalah pengantar berita dan kesimpulan atau pertanyaan di penutup. Sisanya adalah kutipan dari caption orang yang diberitakan dan komentar-komentarnya. Tak kalah menariknya lagi, kadang dibumbui dengan judul-judul yang memancing orang lain untuk membaca meskipun sudah tau isinya seperti apa nantinya. Ya, seperti judul tulisan ini.

Lebih lucunya lagi, ada pula yang sebenarnya saya gemari dari pada melihat artikel beritanya, yaitu komentarnya. Bisa jadi hiburan tersendiri ketika melihat netizen-netizen “hakim” berkeliaran dan berargumen seakan-akan mengatakan, “Pokoknya argumen saya paling benar. Kalian semua salah dan kalian berdosa” dan tak sedikit dari mereka menuju kepada akun media sosial yang dimiliki oleh yang diberitakan yang berujung menjadi haters. Sayangnya, haters di sini bukan haters dimana ia membenci seseorang dengan memperlihatkan keburukannya dan memberikan kritik pedas agar bisa membenahi diri. Tetapi di sini adalah haters yang menurut saya kurang kerjaan, kuota internetnya unlimited, dan bersedia mencemooh setiap si orang yang dimaksud memposting hal-hal baru. Lagi-lagi saya mempertanyakan apakah si tukang komentar ini dibayar mengingat mereka juga turut berperan meramaikan “wahana” itu.

Sebetulnya kita tidak perlu jauh-jauh bermain di “wahana”. Di kalangan mahasiswa ada juga penyedia jasa-jasa penyampai berita yang menurut saya sumbernya berasal dari “katanya”. Oh, sebenarnya tempatnya bisa juga di media sosial yang anda pakai sekarang. Jujur, saya gelisah karena penyampaian berita tersebut tidak jelas sumbernya dari mana dan tiba-tiba bisa viral. Terlebih lagi, terkadang ada sejumlah mahasiswa (yang mengklaim dirinya adalah seorang pendobrak pembaharuan) beragumen menanggapi berita tersebut, memperlihatkan kepintaran mereka berliterasi dengan menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti. Sayangnya, hampir tidak pernah ada dari mereka yang memberikan solusi di akhir argumen.

Setelah menulis dengan panjang lebar begini, saya sendiri tidak begitu memahami dunia pers yang sebenarnya. Akan tetapi, untuk menjadi seorang wartawan sungguhan tidaklah semudah itu. Tidaklah dengan mengambil sumber dari hasil stalking akun pribadi orang lain ataupun dari sumber “katanya”. Tetapi jadilah wartawan sebagai penyedia informasi yang mencari sumber-sumber terpercaya sehingga memberikan manfaat bagi pemirsa atau pembaca. Lebih hebat lagi bila menjadi seorang wartawan yang bisa membuka yang selama ini ditutup-tutupi oleh beberapa oknum penguasa di atas sana. Dengan begitu, publik mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi.

Hanya Sebuah Tulisan dari “Penonton” Setia Tradisi

May21

 

Foto Ade Wulan Fitriana.

 

Terkadang sebuah kesan baik yang selama ini anda dapatkan..

Suatu saat nanti, cepat atau lambat, akan ada suatu perbuatan…
Perbuatan yang mana akan mengubah kesan itu menjadi buruk dan akan terus membekas mengalahkan yang baik-baik itu…

Senin, 12 Desember 2016… saat itu adalah salah satu hal membuat kesan baik itu mulai berubah. Saya paham tulisan ini sangatlah subyektif karena saya melihat dari sudut pandang pribadi dan saya sendiri yang melihatnya. Mungkin dengan saya menceritakan hal ini dapat membuat anda semakin waspada. Karena semuanya kembali pada para pembaca masing-masing.

Setelah sekian lama saya tidak men”cuci mata” melihat tradisi yang selalu diselenggarakan keraton sebagai puncak peringatan Sekaten. Saya selalu kangen dengan derap langkah prajurit dimana masih ada dari mereka yang tetap bertugas walaupun sudah tidak gagah lagi, momen di mana beberapa gajah dan kuda ikut diarak sampai-sampai suara tembakan salvo mengangetkan mereka, dan juga melihat gunungan berwarna-warni yang di depannya selalu berbaris orang-orang berbeskap putih yang merupakan petinggi-petinggi kraton.

Kedengarannya sakral dan khidmat, ya. Tapi saya sebagai “penonton” setia upacara ini agak kecewa dengan kejadian yang saya alami.

Pukul 09.30, saya baru saja sampai di keraton. Bangsal Pagelaran dan jalur-jalur yang akan dilewati gunungan telah dipenuhi banyak orang. Saya senang melihat antusiasme mereka begitu besar. Lagipula, ini juga dalam rangka liburan (yang beberapa orang dianggap libur panjang padahal hanya tiga hari). Saya mencari tempat yang saya rasa bisa melihat arak-arakan nanti. Tibalah di suatu spot.

Di sini mulailah hal-hal yang tidak dienakkan terjadi.

Ketika para prajurit mulai memasuki bangsal pagelaran. Muncul mobil-mobil dari mobil tangki air sampai mobil polisi. Pengemudinya sepertinya sengaja memepetkan mobilnya di jalan sehingga kita disuruh mundur. Mundurrr terus. Kalau masalah disuruh mundur itu memang sudah biasa dan masih bisa saya terima. Tetapi yang menjadi masalah adalah orang yang suruh mundur itu tidak santai. Di belakang ada seorang penjual yang kompornya baru saja mati karena tidak sengaja jatuh. Kemudian, munculah penjaga keamanan yang “kesetanan” karena kepanasan atau apa. Dia teriak-teriak minta mundur dengan penuh emosi. Penjual itupun juga tersulut emosinya tetapi hanya menegur si penjaga itu.

Sebelum arak-arakan terlihat olehku, tak sengaja saya merasa saku kiri saya ada yang “mengowah-owah”. Beruntung isinya tidak ada apa-apa. Saya menoleh belakang dan ternyata orangnya adalah bapak-bapak bertopi, berjaket dengan kaos merah, dan menggunakan masker. Saya kemudian mulai mengamankan tasku yang memang dari awal saya taruh depan. Kemudian bapak itu mulai mengincar tas ibu-ibu di depan saya. Ia mulai pindah posisi di belakang si ibu. Sebelum tangannya meraih tas ibu itu, tangan kanan saya yang semula “sedakep” saya “buang” supaya menutup jalan tangan si bapak itu. Menyadari hal itu, si bapak ini jongkok sebentar seperti kelelahan lalu pergi. Kejadian ini sebenarnya sudah sangat biasa terjadi tapi saya baru pertama kali melihat kejadiannya sendiri.

Tak hanya itu, ada hal lain yang membuat saya benar-benar terkejut. Yaitu tibanya Bregada Prajurit Wirobrojo, si Lombok Abang alias Cabe Merah. Ketika mulai menempatkan posisi mereka, saya merekam kejadian itu namun sayang memori handphone tak cukup. Salah seorang petinggi prajurit itu mengarahkan pedangnya ke tiang kayu stand seorang penjual es dan menggores-goreskannya (atau apalah namanya). Penjual ini lokasi standnya berada di sebelah penjual yang sebelumnya diceritakan. Mata beliau melotot dan memarahi penjual itu. Si penjual yang ramah hanya tetap tersenyum kepada beliau. Saya yakin pasti mereka adalah orang yang baik, tapi siapa pula orang yang tidak tersulut emosinya kalau cuaca sedang panas?

Tapi dibalik kesan buruk itu semua, saya dapat acungi jempol untuk paramedis yang sudah memberikan treatment kepada salah seorang prajurit yang tadi kelelahan (bahkan ada yang bilang pingsan, saya tidak tinggi sehingga tidak kelihatan :”) ).

Entah apakah saya yang sudah lama tidak melihat acara itu atau budaya berubah sedemikian cepatnya sehingga saya merasa sudah tidak nyaman lagi. Bagi kalian yang merupakan seorang pengunjung yang ingin melihat upacara garebeg ketika sekaten. Jagalah betul-betul barang bawaan anda. Jelas banyak sekali ditemukan dompet yang tak berisi uang yang diumumkan center silih berganti. Saya sarankan anda masuk ke keratonnya dan di sanapun ada nilai plusnya sendiri, seperti bisa duduk dan “ngadem”, anda dimanjakan dengan pertunjukan para penari. Namun apabila memang tujuan awal anda adalah untuk mengambil berkah, carilah spot di mana gunungan itu akan dituju. Di Masjid Agung Kauman, Pakualaman, atau Kantor Kepatihan. Kalau terpaksa terlambat dan dapat tempat seperti saya memang harus sabar dan harus ekstra waspada.

Kalau masukan bagi penyelenggara acara saya hanya bisa mengatakan, kalau tau itu nanti buat jalan, ketapa tidak dipagari? Bisa dipagari dengan kayu-kayu dan diberi pemberitahuan jarak penjual di jalan itu kira-kita berapa supaya aman dan kalau berdesak-desakanpun tidak berisiko. Untuk keamanan, mungkin perlu adanya aparat yang berjaga di daerah penonton, jangan hanya di depan untuk memberi jalan saja. Dan mereka dengan mudahnya memberikan akses wartawan yang tidak punya kartu pers masuk dalam barisan seperti kelihatan mudah untuk bisa memotret dari depan apabila saya bawa kamera fotografi dan bilang saya wartawan kepada penjaganya (ini sebenarnya curhat wkwk).

Saya tidak akan berpendapat lebih jauh lagi. Terlebih ilmu saya masih dangkal dan bila berpendapat masih sangat subyektif. Ya seperti tuisan ini. Monggo bila ada yang bersedia mengoreksi tulisan saya ini.

*gambar yang jadi illustrasi saya ambil ketika Garebeg Idul Adha dimana Alun-alun Utara tidak sesesak ketika Garebeg Mulud. Bapaknya juga beda kok wkwkk

PPSMB dan Cerita yang Ada di Dalamnya

October31

Sebagai mahasiswa yang baru saja diterima, sudah pasti akan ada kegiatan yang harus dilewati. Sudah jelas itu adalah ospek atau bila di Universitas Gadjah Mada (UGM) namanya Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB). Sebelum saya diterima menjadi mahasiswa UGM, saya sudah mulai men-download materi, atribut, dan penugasan yang sudah tersedia untuk jaga-jaga bila saya diterima. Benar saja, memang saya diterima lewat jalur UTUL. Saya dengan teman saya yang juga diterima di Fakultas Hukum (FH) mulai membuat tugas bersama-sama.  Bahkan hingga pukul 22.00 WIB teman saya ini masih berada di rumah saya untuk mengerjakan tugas.

Kami sempat kewalahan dengan berbagai tugas yang infonya masih simpang siur, seperti apakah tugas di buku penugasan harus mencantumkan sitasi bila mengambil dari sumber lain, penugasan blog padahal akun palawa belum aktif, dan lain sebagainya. Namun, akhirnya jelas sudah jawaban apa yang kami pertanyakan ini.

Tanggal 30 Juli 2016, saat itu adalah acara Gladi Bersih PPSMB. Kami berkumpul sesuai pembagian kelompok yang ditentukan. Saya berada d Kelompok 13. Saat itu dimulai dari fakultas masing-masing. Keramahtamahan kami rasakan dari penyambutan para dosen yang hadir. Tetapi, banyak hal mengagetkan sekaligus menjengkelkan, yaitu ketika kami mengetahui ada beberapa lagu dan gerakan yang tidak dijelaskan sebelumnya di dalam materi maupun penugasan. Ada pula dalam mengevaluasi tugas adalah tim auditor. Tim auditor ini memakai pakaian serba hitam dengan wajah yang tidak bersahabat. Rasa takut apabila salah dalam pengerjaan tugas pun menghantui saya.

Berbeda dengan FH, gladi bersih tingkat universitas atau PPSMB PALAPA lumayan menyenangkan. Namun, saya kelelahan setelah membuat rancangan formasi untuk acara penutupan nantinya.  Di sini ko-fasilitator (kofas) kelompok memperkenalkan dirinya kepada kami. Kebetulan saya berada di Kelompok Kertanegara 8 dengan kofas Kak Priyo Joko Purnomo dan Kak Devi Rahmawati. Awalnya saya tercengang mendengar nama kak Joko karena namanya unik untuk orang seusianya sekarang. Setelah mencoba membuat formasi, saya terpisah dengan kelompok Kertanegara 8. Saya mencari di mana kelompok saya berada hingga akhirnya setelah sekian lama ketemu juga. Saat itu sudah dilakukan pengecekan atribut seperti caping dan pom-pom untuk formasi. Maka imbasnya atributku tidak dicek. Setelah saya pulang, chat di grup Line mulai menggunung. Teman-temanku ini mengeluhkan acara PPSMB nanti bisa lebih melelahkan daripada gladi bersih tadi.

Tanggal 1-2 Agustus 2016, awal dari PPSMB PALAPA 2016. Setelah mulainya acara pembukaan PPSMB, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan.Walaupun panas dan saya mendapat barisan yang di pertengahan, banyak hal-hal yang membuat rasa lelah itu hilang. Seperti hadirnya Bapak Ganjar Pranowo di depan para Gadjah Mada Muda (Gamada), atraksi terjun payung oleh para alumni Resimen Mahasiswa UGM, dan pertunjukkan dari para penggiat Unit Kegiatan Mahasiswa.

gamada-0

gamada-0a

Setelah acara pembukaan selesai, kami bergerak menuju ke kelas kami masing-masing. Di sana kami saling berkenalan, berdiskusi, dan tertawa bersama. Singkatnya, pada hari pertama dan kedua banyak materi yang disampaikan oleh Kak Joko dan Kak Devi seputar fasilitas kampus, kemahsasiswaan, dan tata perilsaya yang harus ditaati.  Saya bisa bernapas lega karena tugas dikoreksi oleh mereka. Saya takut apabila dikoreksi oleh tim seperti auditor di FH, apabila salah, saya bisa dimarahi habis-habisan.

Kami mengikuti setiap acara dengan enjoy, tidak ada satupun keluh kesah di antara kami. Tetapi ada hal yang membuat saya agak kecewa dengan salah satu cofas saya. Ia lebih sering berkomunikasi dengan teman-teman yang dekat dengan  tempat duduknya. Padahal, teman-teman yang lain banyak. Kebanyakan yang  tidak diajak bicara oleh cofas ini menjadi pendiam dan lebih cenderung membuat forum sendiri. Alhasil, ada dimana situasi menjadi tidak kondusif.

Di akhir hari ke-2, kami berofoto bersama-sama. Foto di kelas dan ditangga gedung Fakultas Ekonomik dan Bisnis (feb). Aksi kocak teman-teman terpotret di sini.

gamada-1

Pada tanggal 3-4 Agustus 2016, tibalah acara PPSMB FH, saat-saat yang sangat saya takutkan. Di pagi hari sudah ada saja yang dimarahi oleh tim auditor. Atribut tidak dipakai lah, salah warna kaus kaki lah, tidak mengumpulkan tugas lah. Saya terus menunduk kala itu pertanda saya tidak mau mencari masalah. Tetapi keadaan menjadi ceria setelah kami bertemu dengan pemandu masing-masing. Di kelompokku, kelompok 13, kami ditemani oleh Kak Lydia de Vega dan Kak Revan Pratama sebagai pemandu. Mereka sangat kocak dan humoris yang membuatku merasa nyaman mengikuti PPSMB FH ini.

Pada awal acara, kami diarahkan untuk berkeliling di sekitar FH UGM. Di dalam perjalanan, kami menjawab berbagai kuis yang sudah disiapkan. Di sini, kami dituntut untuk bisa bekerja sama. Beruntungnya kami, kami selalu menang melawan kelompok tetangga yang selalu menjadi saingan kami di setiap kuis. Bahkan kata teman di kelompok lain itu “Suit aja kita kalah”.

PPSMB FH ini penuh diisi dengan diskusi interaktif dengan narasumber para alumni FH UGM. Mereka sering menyinggung kata “Maha”’ dalam penyebutan kata mahasiswa. Kita diminta untuk mencari makna dari kata “Maha” ini ketika berproses di FH UGM. Kami diarahkan untuk makin giat berorganisasi dan semakin peka dengan kehidupan masyarakat sekitar. Pada akhir kegiatan PPSMB FH, kami dibuat kembali tegang dengan pengecekan tugas oleh auditor. Beruntungnya saya, tidak ada kesalahan yang saya perbuat dalam penugasan. Bahkan, untuk penugasan membuat poster, karya saya di pajang!

Saya sangat senang kakak-kakak di FH UGM begitu ramah menyambut kami. Kami semakin tidak sabar untuk segera bertemu dengan mereka lagi di lain kesempatan ketika mulai berkuliah di sana.

gamada-2

gamada-3a

gamada-3b

gamada-3c

Tanggal 5-6 Agustus 2016, kegiatan softskill, kembai ke PPSMB tingkat univesitas. Kami dibekali beberapa tips tentang meningkatkan kemampuan diri dari dosen psikologi. Ada hal yang membuat saya tertegun pada salah  satu mater yang diberikan oleh dosen tersebut. Materi dimana apakah kami sudah yakin akan jurusan yang dipilih. Saya sendiri agak ragu mengingat jurusan hukum itu banyak dinilai oleh orang-orang adalah jurusan yang penuh akan dosa. Dimana orang-orang lebih senang mencari musuh daripada mencari teman.  ditambah pla, keputusan saya mengambil jurusan hukum itu atas permintaan keluarga yang sebelumnya saya meminta untuk masuk ke jurusan lain sebelumnya tidak diijinkan. Kemudian dosen itu mulai menjulur ke suatu pertanyaan  dari mana asal motivasimu memilih jurusanmu yang sekarang. Beliau bercerita, misalkan kita termotivasi karena orangtua. “Saya ingin menjadi seperti yang orang tua lakukan. Saya ingin mengikuti bapak saya”. Kurang lebih itulah yang beliau katakan.

gamada-4

Hari ke-6, menjelang acara penutupan PPSMB, kami mulai bersiap-siap untuk menuju ke Grha Sbha Pramana. Kami sempat menunggu lama di taman FEB karena menunggu pembagian caping dan pom-pom yang telah dikumpulkan sebelumnya. Kami bergegas setelah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membuat formasi sudah kami bawa. Kami membentuk beberapa formasi yang membuat kami semakin bangga menjadi mahasiswa UGM.

1470481077581

1470491271842
1470481079857
1470481086881

1470481082386

PPSMB pun selesai, kami pun pulang dengan perasaan bangga. Sungguh PPSMB adalah suatu pengalaman hidup yang berharga dan hanya sekali seumur hidup. Hanya di PPSMB, saya banyak bertem dengan teman-teman yang hebat dan memiliki keunggulan masing-masing. Dengan ini saya berpikir bahwa saya sendiri masih berada belum sehebat mereka. Ada rasa tidak percaya diri saat itu. Namun dengan itulah, saya bisa kembali bersemangat untuk lebih banyak belajar dan berproses di UGM.

Sebuah Kisah tentang Saya yang Berjuang Menjadi Keluarga Gadjah Mada

October30

Halo. Perkenalkan, nama saya Ade Wulan Fitriana. saya adalah Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Angkatan 2016. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT. karena telah memberikanku kesempatan untuk menjadi bagian dari keluarga salah satu universitas favorit di Indonesia ini. Di sini, saya akan menceritakan pengalamanku ketika diterima menjadi salah satu mahasiswa di FH UGM.

Jadi, sebelumnya saya sudah pesimis diterima di jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) karena memang UGM jarang menerima siswa dari sekolah saya, SMA Negeri 11 Yogyakarta, terlebih untuk fakultas favorit, bisa dibilang tidak pernah. FH UGM juga jarang menerima siswa dari sekolahku walaupun ada satu kakak kelas yang diterima lewat jalur SNMPTN tahun lalu. Maka dari itu setelah melaksanakan Ujian Nasional, saya mulai “berjuang” dengan mengikuti les, sering mengerjakan soal try out, mengumpulkan banyak soal tahun lalu, semain rutin beribadah, hingga belajar bersama teman-teman yang juga berpikiran sama dengan saya. Mengingat saya di SMA dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, tetapi saya mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) mata pelajaran Sosial Humaniora (karena aku memilih prodi Hukum yang Soshum) aku mencoba belajar dari awal. Sayapun juga mencatat hasil try out kemudian memajangnya di depan meja belajar untuk melihat seberapa progress saya untuk lolos.

Ketika pengumuman SNMPTN, saat itu aku sedang les. Teman-teman di sana sudah mulai membuka website SNMPTN untuk mengetahui hasil apakah mereka diterima atau tidak. Mereka hampir tidak ada yang diterima. Hanya aku satu-satunya yang belum melihat hasil SNMPTN karena memang kemungkinannya sangat kecil untuk diterima. Ketika kegiatan les baru berlangsung setengah waktu, handphone saya berbunyi, dipenuhi dengan notifikasi dari Line yang berisi chat dari teman-teman yang menanyakan apakah saya diterima lewat jalur SNMPTN. Karena penasaran, akhirnya saya mencoba melihat hasilnya. Koneksi internet handphone saya sangat lambat sehingga saya meminjam handphone teman saya.

Hasilnya sudah kuduga, TIDAK DITERIMA.

Setelah melihat hasil SNMPTN, saya semakin giat dalam belajar dan berdoa. Ditambah pula setelah melihat hasil try out, semakin kuat keyakinan saya bahwa rejeki saya berada di jalur SBMPTN. Di sinilah saya mulai takabur. Saya merendahkan teman-teman yang hasil try out-nya masih belum bagus. Maka dari rasa takabur itulah, Allah SWT. memperingatkan saya dengan cara membuat saya sakit H-beberapa jam sebelum ujian. Saya terkena diare bertepatan ketika malam sebelum SBMPTN dan Ujian Tulis (UTUL). Bahkan sampai saya disuntik di Unit Gawat Darurat pada tengah malamnya. Walaupun begitu, saya tetap mencoba untuk berkonsentrasi penuh ketika ujian.

Ketika pengumuman SBMPTN, 28 Juni 2016, ternyata saya kembali TIDAK DITERIMA di FH UGM. Saya diterima di universitas lain dimana menurut saya tidak sebaik UGM. Saya menangis dan mencurahkan segala kegudahan saya dengan beberapa teman-teman yang juga tidak diterima. Dari sanalag saya mulai berpikiran negatif tentang UGM. Tetapi saya mencoba untuk tidak berprasangka buruk dulu. Mungkin saja keberuntungan saya adalah pada saat pengumuman UTUL. Saya pun mulai berpikir tidak diterimanya saya di SBMPTN adalah karena sifat takaburku. Segera aku meminta maaf dan berdoa ketika saya beribadah.

Dan ya… benar saja….

Saat malam pengumuman hasil UTUL, 1 Juli 2016, saya dan ibu saya sengaja pergi jalan-jalan untuk melepas penat. Pertama kami mengunjungi sebuah toko pakaian yang sebentar lagi akan tutup. Ketika mengantri di kasir, keadaan di sana sungguh panas dan antriannya sangat panjang. Kesabaran saya mulai habis karena separuh tenaga menguap di sana. Untungnya setelah setengah jam menunggu, tiba giliran kami untuk membayar.

Setelah itu kami pergi ke warung nasi goreng yang sudah menjadi langganan kami. Karena waktu sudah menunjukan pukul 21.30 WIB, saya berinisiatif untuk meminjam handphone ibu untuk mengecek hasil UTUL.

Memang loading-nya sangat lama…

Hingga muncul suatu pengumuman hasil UTUL…

Selamat, Saudara/i lolos secara akademis pada Program Studi S1 ILMU HUKUM

Dalam hati saya berteriak, namun sikap saya tetap tenang. Kemudian saya mencoba untuk memberitahukan kepada ibu. Dengan suara pelan dan bibir bergetar saya berkata, “Ma, aku keterima”.

Sontak ibu saya berteriak kegirangan dan kemudian memeluk saya. Penjual nasi goreng di warung itu juga mengucapkan selamat. Selain ini, saya juga mendapat kabar gembira lainnya dari salah satu teman saya yang lolos di jurusan yang sama.

Menurut saya, bagi siapapun yang mau berusaha dan tawakkal, sesulit apapun, Allah SWT. akan menolong anda jika itu adalah jalan yang terbaik bagi anda. Sebuah usaha tidak akan pernah menghianati hasil. Sekaipun tidak sesuai yang diharapkan, akan ada rencana lain yang lebih indah dari-Nya. Yakin dan teruslah berusaha hingga impian-impian kecilmu tercapai. Kemudian setelah tercapai beberapa impian kecil itu, tak terasa, kamu sudah berada di puncak cita-citamu.

Dan, perjuangan yang sesungguhnya baru saja dimulai…

Hello world!

October18

Welcome to Wadah Aspirasi, Kreasi dan Catatan Harian Aktivitas Mahasiswa UGM. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!